4 Novel yang Tak Bosan Dibaca

 

Kata ‘tak bosan’ berarti, yang dibaca lebih dari satu kali. Jadi aku bukan tipe yang suka pilih-pilih bacaan. Selama aku ingin membacanya, maka aku baca. Mau penilaian orang bagus atau jelek tentang buku itu, tidak berpengaruh. Cukup dengan aku tertarik plus ada kesempatan buat baca, ya aku akan baca, lebih-lebih jika itu adalah novel.

Aku tidak memiliki patokan khusus mengenai kriteria buku bacaan apa yang bisa membuat aku tertarik. Kadang aku tertarik dengan judulnya, kadang dengan covernya, kadang dengan penulisnya, kadang karena genrenya, kadang karena latarnya, dan lain-lain. Yang tidak menarik minatku adalah buku-buku tentang politik, pemikiran, dan semacamnya, yang menurutku akan butuh waktu panjang untuk dapat menyelesaikannya.

Buku favoritku adalah buku fiksi tentunya. Dari sekian banyak buku fiksi yang pernah aku baca, aku bingung mana yang paling favorit. Namun setidaknya, dari semua itu, ada 4 buku yang tak bosan aku baca (artinya, dibaca lebih dari satu kali. Betewe aku jarang membaca sampai dua kali dengan judul buku/cerita yang sama).  

1.    Diorama Sepasang Al Banna – Ari Nur

Bisa dikatakan buku karya Ari Nur ini buku favoritku saat masih remaja. Novel Islami yang ringan, bercerita tentang dunia arsitek. Albanna adalah nama sebuah biro arsitek yang didirikan oleh pasangan suami-istri Ryan dan Rani, yang namanya terinspirasi dari seorang tokoh pergerakan Islam bernama Hasan Albanna. Aku ingat, saat di bangku sekolah aku menamatkan buku ini dua kali. Saat kuliah satu kali dan saat lulus kuliah satu kali.

 

2.    A Walk to Remember – Nicholas Sparks

     Gambar: id.wikipedia.org

Novel ini juga bacaan yang ringan, tetapi termasuk novel yang kuat dari segi penokohan maupun latarnya. Apalagi, novel ini bisa membuat aku tertawa dan sedih sekaligus. Diceritakan, Jamie Sullivan adalah seorang gadis yang tidak neko-neko. Penampilannya sangat sederhana, monoton dan keman-mana sering membawa Alkitab. Jamie sangat disukai oleh orang-orang dewasa, ibu-ibu maupun nenek-nenek. Namun, tidak bagi Landon dan teman-temannya. Penampilan dan karakter Jamie sangat tidak disukai oleh mereka. Di belakang Jamie, mereka sering mengolok-oloknya. Diakhir cerita, semua orang mengakui kebaikan Jamie. Semua orang mencintainya. Bagaimana latar dan karakter tokoh utama dalam novel ini, Jamie dan Landon, benar-benar dideskripsikan sangat kuat. Aku lupa telah menamatkan novel ini berapa kali. Biasanya aku membacanya saat liburan panjang atau ketika lagi mentok pada saat mengarang.

 

3.    Si Wortel – Jules Renand

Ketika kebingungan karena mau menulis cerita anak, biasanya aku akan baca buku ini dulu. Aku amat suka diksi dalam buku ini. Sangat ringan dan singkat, namun pas dan padat. Buku ini termasuk fiksi, bercerita tentang kehidupan Wortel, anak lelaki yang diperlakukan kurang adil oleh ibunya. Sama seperti novel A Walk to Remember, buku ini sering aku baca ketika lagi mentok dengan tulisan yang sedang aku karang. Baca review buku Si Wortel di sini. 

 

4.    Benim Adim Kirmizi – Orhan Pamuk

Gambar: http://bukuygkubaca.blogspot.com/

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, judul novel ini berarti ‘Namaku Merah Kirmizi’, atau juga dikenal dengan judul ‘My Name is Red’. Novel ini bukan bacaan yang ringan, novel yang sangat kompleks menurutku. Menggabungkan sejarah peradaban Islam, khususnya pada masa Turki Utsmani, thriller, kesenian, fiqih, romance, dan lain sebagainya. Intinya novel ini menakjubkan, yang tentunya sayang jika dilewatkan. Bagian favoritku ialah pada bab ‘Aku adalah Seekor Anjing’. Setelah membaca bab tersebut, aku merasa hatiku menjadi lebih lunak dan lebih toleransi dalam banyak hal. Aku pernah menuliskan review singkatnya di sini. Sebenarnya, aku menyelesaikan novel ini hanya satu kali. Rasa-rasanya tidak mungkin mengkhatamkan buku ini lebih dari satu kali, mengingat jumlah halamannya banyak, mencapai 800-an (novel paling tebal yang pernah aku baca). Selain itu, aku bacanya dalam bentuk buku elektronik, bukan buku cetak seperti biasanya. Namun, untuk memperkaya diksi ketika mengarang, aku biasanya membuka buku ini lagi, membaca maksimal satu sampai dua halaman saja. Jika aku memiliki versi cetak buku ini, aku berniat akan membacanya ulang dari halaman pertama sampai terakhir.

Jadi itulah keempat novel yang tidak bosan aku baca.

 

Pademawu, Pamekasan

Komentar