Melakukan perjalanan ke luar Madura
dengan tujuan rekreasi semata? Belum pernah saya melakukannya. Ini kali
pertama. Biasanya selalu agenda literasi dengan bonus rekreasi. Jadi sekali dayung dua tiga pulau terlampaui gitu, tipe saya banget. Pernah tahun 2018 ada rencana
ke Bromo dengan sebagian kecil orang, tapi qadarullah gagal dan tidak pernah
merencanakan lagi. Artinya, memang bukan termasuk dalam bucket list saya. Wkwkkw.
Desember 2022 lalu, bertepatan dengan
libur semester I, mendadak rekan-rekan di sekolah pada ingin rihlah, healing,
rasa-rasanya jenuh dengan rutinitas yang begitu padat dan tujuan utamanya
ingin memperkuat ukhuwah, membangun chemistry dan kebersamaan antar guru beserta
karyawan. Muncullah 4 opsi tujuan: Keliling Madura bagian barat, Gili Labak,
Arung Jeram di Probolinggo dan ke Bromo.
Saya tim rafting (arung jeram) garis
keras. Salah satu keinginan saya yang belum kesampaian sampai saat
ini. Hiks. Pilihan teman-teman lebih condong ke keliling Madura dan Bromo.
Pilihan rafting dan Gili Labak terpaksa di blacklist. Hingga pada
akhirnya keputusan jatuh pada keliling Madura bagian barat dengan tujuan Pantai
Nepa, Arosbaya, Mercusuar, Bangkalan Plaza dan wisata kuliner Bebek Sinjay. Bagaimanapun,
budget ke Bromo hampir sama dengan budget untuk rafting, banyak yang belum siap secara budget. Kembali pada niat awal rihlah, kebersamaan yang ingin kita bangun,
dengan harapan agenda ke Bromo tetap terlaksana di lain kesempatan, dengan
perencanaan dan persiapan yang lebih matang. Jadi Keliling Madura bagian barat
pilihan yang lebih baik saat itu.
Januari 2023 atas komitmen bersama, saya
dan rekan-rekan guru mulai menabung minimal 100 ribu per bulan. Alhamdulillah akhir
Mei tabungan kami sampai 500 ribu dan fix kami berangkat ke Bromo memakai jasa Nara
Tour & Travel. Tentu tidak semudah itu menyatukan banyak kepala. Masih
terjadi negosiasi, terjadi tarik ulur, mendekati hari H beberapa banyak yang
mengundurkan diri bahkan pagi hari sebelum rombongan berangkat. Tidak ada
paksaan dalam mengikuti kegiatan rihlah ini, semua tergantung keputusan dari
teman-teman. Sabtu malam tanggal 24 Juni 2023 kami berangkat menuju Bromo. Ada
28 peserta, terdiri dari 23 dewasa dan 5 anak-anak hebat.
Rombongan kami tiba di Sakapura dini
hari. Sepanjang memasuki Sakapura, jeep berjejer, menunggu penumpangnya. Banyak
sekali wisatawan dengan mantel dan beanie yang melekat pada mereka, yang dapat melindungi dari dinginnya malam. Turun dari bus kami ke kamar mandi dulu,
mengambil wudhu agar nanti ketika di atas sambil menunggu sunrise kami bisa
melaksanakan salat Subuh. Ternyata lama sekali menunggu jeep yang akan membawa
kami. Sampai ada yang ke kamar mandi lagi, jeep belum juga lengkap. Ada 5 jeep
yang akan kami pakai, 4 sudah di tempat dan satu lagi masih di perjalanan.
“Kira-kira nanti kita keburu sunrise
nggak, Mas?” saya bertanya pada guide dari Nara. Rupanya saya tidak sabaran.
Saya sudah pesimis tidak bisa melihat matahari terbit saking lamanya kami
menunggu. Setelah menunggu satu jam lebih atau mungkin hampir dua jam, jeep yang ditunggu akhirnya datang
juga. Kami segera berangkat sesuai kelompok penumpang yang sudah dibagi
sebelumnya.
Jalanan yang berkelok-kelok, menanjak,
turun, malam yang pekat serta dingin yang mulai menusuk saya rasakan meski ada
di dalam jeep. Saya pegang kaca bagian dalam jeep, terasa basah seperti lemari
pendingin. Saya hanya berharap rombongan kami selamat dan tidak terpisah-pisah.
Entah pukul berapa kami terpaksa turun dari jeep karena jalanan macet parah. Dingin
sekali saat saya keluar dari jeep dan mulai berkurang dinginnya saat rombongan
kami berjalan menuju Penanjakan 1.
Menuju Penanjakan 1? Lol … Boro-boro, kami
gagal menikmati sunrise di Penanjakan 1. Gagal pula di Bukit Cinta maupun di Bukit Kingkong.
Kami hanya menikmati sunrise di pelataran. Hanya terlihat mega dan jingga, sama
sekali tidak terlihat mataharinya. Tidak mengapa, kalau saya pribadi karena ini
pengalaman pertama wisata di Bromo, yang penting saya kudu ke kawah Bromo. Harus! Setelah menikmati sunrise, kami berpindah tempat ke sekitar Gunung Batok dan tentu saja kawah Bromo.
![]() |
Masya Allah... sampai juga ke sini, kawah Bromo. Mendengar gemuruhnya seketika ingat dosa-dosa, ingat akhir zaman, ingat alam akhirat. |

Mobil jeep kemudian membawa kami ke pasir berbisik dan bukit teletubis, yang sepertinya menjadi destinasi wajib (umum) jika seseorang baru pertama kali ke Bromo.
Rihlah ke Bromo apabila bersama banyak rombongan, sebaiknya memakai jasa travel agar perjalanan lebih mudah dan tidak terpisah-pisah. Namun, apabila hanya bersama keluarga atau bersama dua-lima orang, sebaiknya mandiri agar bisa menjelajahi tempat-tempat yang sebetulnya banyak banget dan sayang jika dilewatkan, karena Bromo menawarkan banyak sekali view cantik. Sebenarnya saya ingin sekali melihat Bromo dan Semeru dari Seruni Point, juga ingin ke Hillside, tapi travelnya tidak bisa karena bukan satu jalur. :D Oiya, sebaiknya berlibur ke Bromo saat hari aktif dan tidak bertepatan dengan libur sekolah, barangkali tidak terlalu macet dan banyak sekali wisatawan seperti yang saya alami.
Satu hal lagi yang belum saya singgung mengenai perjalanan ini, dan ini penting bagi saya.
Di Sakapura, kami menunggu lama satu jeep yang tak kunjung datang. Jeep berwarna kuning itu! Entah yang saya tumpangi atau jeep satunya lagi karena memang ada dua jeep yang warna kuning. Jeep yang saya tumpangi ada paling belakang. Tiba-tiba setelah seperempat jalan, Mas Sopir berhenti dan turun. "Tunggu sebentar," katanya. Duh, apalagi ini ... Batin saya protes. Sejujurnya saya agak merasa sial, mana jeep-nya telat datang, sekarang Mas Sopir pakai berhenti segala. Bagaimana kalau jeep kami tertinggal jauh dengan rombongan? Sekitar lima menit, Mas Sopir kembali dan melanjutkan perjalanan dengan tatapan awas pada sekelilingnya.
Setelah melewati setengah perjalanan dari Sakapura menuju tempat kami berhenti nantinya, Mas Sopir agak memelankan laju jeep-nya. Saya melihat ada jeep-jeep berhenti, para sopirnya ada di luar. Saya ingat betul apa yang dikatakan salah seorang dari mereka kepada Mas Sopir yang mengemudikan jeep yang saya dan kawan-kawan tumpangi. "Qasim tidak ada!" teriak orang itu. Deg ... Saya langsung tersadar akan kekeliruan saya tadi, kepada Mas Sopir yang berusia 25 tahun itu, yang sayangnya saya lupa namanya siapa (padahal saat menuju Gunung Batok dan kawah Bromo saya sudah bertanya namanya). Saat itu saya merasa bersalah ... Ya Allah, bisa-bisanya tadi saya menggerutu dalam hati ketika Mas Sopir turun untuk membantu sesama sopir jeep yang mungkin ia kenal.
Mas Sopir melanjutkan perjalanan tanpa menanggapi teriakan orang tadi. Saya mengira-ngira mungkin Mas Sopir tidak mengenali orang itu dan tidak kenal pula dengan orang bernama Qasim yang disebut-sebut. Untuk menebus rasa bersalah saya terhadap Mas Sopir dan terhadap diri saya sendiri karena telah merasa sial, saya mendoakan Mas Sopir dalam hati, semoga hidupnya berkah, selalu dalam lindungan Allah dan rezeki mengalir deras untuknya. Malam itu juga, saya merenung memikirkan makna persaudaraan sambil mengeratkan jaket dan menggerak-gerakkan jari karena dingin benar-benar terasa meski saya di dalam jeep.
Kita tidak bisa sekehendak hati karena kita tidak sendirian. Kita adalah bersama.
Rihlah bersama guru-guru SDIT Al-Uswah ini semoga menjadi pengalaman yang bermakna bagi kami masing-masing, semoga dapat mengeratkan ukhuwah di antara kami sehingga dampaknya, kami dapat bersinergi dalam pendidikan Islam yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar