Yang Selalu Bergemuruh

Writing challenge … sebagaimana halnya ketika mengikuti reading challenge, tentu ada alasan kenapa saya mau mengikuti tantangan ini. Saya merasa, semangat menulis saya melorot sejak tiga tahun terakhir. Tidak seperti tahun 2017 di mana hampir tiap malam jari-jari tangan saya aktif menari di atas keyboard. Entah dalam kondisi lelah, mood sedang tidak baik atau semacamnya. Entah hasil tulisan saya berhasil diterbitkan atau bahkan ditolak. Saya tidak peduli. Saya menulis karena itu bisa menenangkan. Rasa-rasanya ketika menulis, semua beban lolos dari pundak.

Akan tetapi, bara itu tetiba redup. Sejak awal 2018, saya seperti kehilangan motivasi dalam menulis. Saya tetap menulis, tetapi melempem. Tidak sesemangat sebelumnya. Barangkali ada niat yang perlu diluruskan, ada sistem interaksi yang juga perlu diperbaiki. Namun, entah kapan saya bisa memulainya. Akhirnya tahun 2018, 2019, dan 2020 berlalu begitu saja dengan minim karya.

Jangan dikira hidup saya tenang dengan penurunan itu, tentu tidak! Ada gemuruh yang selalu saya rasakan dalam kalbu. Ada gemuruh yang selalu muncul dalam pikiran. Gemuruh itu sepertinya ingin sekali melenyapkan saya, karena tidak kunjung menuang dan menebar banyak kalimat. Dan, tunggu dulu! Masih ada harapan di tahun 2020, karena ia belum berakhir. Ya, masih ada harapan, apalagi setelah mendengar wacana kalau FLP Pamekasan akan mengadakan program writing challenge untuk para anggotanya. Syukur alhamdulillah. Barangkali saya bisa memulainya dari sini. Baik, saya akan mengikuti 30 days writing challenge tanpa perlu menyiapkan apa-apa selain tekad.

Selama 30 hari saya berencana akan menulis apa pun yang saya inginkan, tanpa perlu mendalami ide dan tanpa perlu melalui banyak proses. Hari pertama pun dimulai. Saya posting tulisan di blog.  Lanjut hari kedua, ketiga dan seterusnya. Apa yang terjadi selama 30 hari itu? Akan saya ceritakan secara singkat. 😊

Saya sangat sulit menuangkan tulisan selain pada waktu malam sebelum tidur. Sudah pernah saya coba, menulis sebelum Subuh, setelah Subuh, pagi hari, siang hari dan sore hari, namun waktu itu sepertinya memang bukan waktu terbaik saya. Masa saya hanya bengong di depan laptop tanpa menghasilkan satu paragraf pun!? Beda saat menulis pada waktu malam. Jadi saat menulis untuk writing challenge ini tidak perlu percobaan lagi, saya menggunakan waktu terbaik saya sebelumnya. Masalahnya adalah, malam hari berbenturan dengan jadwal saya menyimak bacaan (mengaji) dan menuliskan catatan kesalahan bacaan siswa, yang dilakukan secara daring serta membutuhkan waktu paling tidak dua jam. Jadi agak kacau sih, mengatur waktunya. Alhasil jam istirahat malam saya di atas pukul 23.00. Efeknya apa? Selain mata berkantong dan juga seperti mata panda, hasil tulisan yang saya posting untuk mengikuti writing challenge ini pun banyak typo, dan mungkin beberapa diksi juga kurang tepat. Secara saya menulisnya sambil terkantuk-kantuk, pun tanpa melalui banyak suntingan. Apalagi saya menulisnya ngalir, tanpa ide yang direncanakan sebelumnya. Sempat ingin menyerah, tetapi sudah kepalang basah, jadi meski berat tetap lanjut menyelesaikan tantangan.    

Hanya saja di hari ke 11 dan 12, saya kalah. Saya benar-benar tidak bisa memaksakan diri. Jadi selama dua hari itu, tidak ada tulisan yang saya posting di blog. Ya, saya absen mengikuti writing challenge selama dua hari (namun saya berencana akan melengkapinya dengan tulisan lama, yang akan saya posting berdasarkan kekosongan di tanggal 11 dan 12). Syukurlah di hari ke-13 saya kembali menulis hingga hari ke-30 (tulisan ini, yey).

Ya, begitulah. Saya bisa melewati writing challenge ini, walau dengan sedikit cacat. Yang tidak saya sangka ketika mengikuti program ini, ternyata saya bisa menulis (menyelesaikan) cerpen dengan sekali duduk. Dan itu sangat membahagiakan karena sebelumnya tidak pernah terjadi. Entah kenapa dibandingkan menulis nonfiksi, saya merasa lebih nyaman dan bahagia menulis fiksi. Mungkin karena menurut saya lebih menarik. Saya berharap, usai mengikuti 30 days writing challenge, saya kembali menemukan motivasi menulis, motivasi terbaik yang tak kan lekang dalam kondisi apa pun, motivasi yang dapat menggerakkan serta meredakan gemuruh.

Terima kasih FLP Pamekasan, terima kasih Forum Lingkar Pena, yang selalu hadir untuk mencerahkan.

Tidak ada yang bisa menggerakkan tangan dan jari, kecuali atas kehendak Tuhan. Firmannya, “Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.”

Pademawu, Pamekasan


Komentar