Fauzan memiliki kebiasaan aneh. Tiap malam Minggu, ia selalu mengendap-gendap keluar melalui jendela kamarnya, naik ke atap rumah.
Malam itu saat semua orang terlelap, Fauzan mulai bergerak. Pelan-pelan ia membuka jendela kamarnya, yang ia pikir semakin bertambah tua. Dinilai dari suara yang timbul saat jendela itu dibuka. Berdenyit.
Tidak sulit mencapai atap. Tepat di samping jendela kamar Fauzan, ada tandon air yang besar. Dari jendela kamarnya, Fauzan berpindah ke tandon. Dari tandon itulah Fauzan bisa mencapai atap rumah.
"Kakak lagi apa?"
Tiba-tiba sebuah suara muncul. Tentu Fauzan menjadi sangat terkejut mendengarnya.
"Hei ... kenapa kamu di sini? "
"Kakak sendiri kenapa di sini? Kenapa mengendap-ngendap lewat jendela? Kayak maling saja."
"Kamu melihatnya?"
"Tentu. Ini ketiga kalinya aku melihat Kakak di tandon. Aku penasaran, apa yang sebenarnya Kakak lakukan tiap malam Minggu di atap rumah?"
"Kamu tidak perlu tahu."
"Kenapa? Aa, ada yang Kakak sembunyikan ya?"
"Kamu ini ... pelankan suaramu."
Lily penasaran dengan buku di tangan Fauzan. Apa itu diary? Norak sekali jika betul kakaknya pergi ke atap hanya untuk menulis di diary. Secara spontan, Lily mengambil buku di tangan Fauzan.
"Hei!"
Lily langsung melihat-lihat buku milik kakaknya. Ia membuka secara acak, dan dengan takjub ia memandang Fauzan.
"Luar biasa," kalimat pujian terlontat dari Lily.
Fauzan mengambil bukunya. "Kamu pikir isinya apa?"
"Maaf."
Fauzan duduk dengan tenang. Ia kembali merangkai sajaknya. Lily sendiri duduk tenang di dekat Fauzan.
"Kenapa harus di tempat ini, Kak?"
"Di sini nyaman."
"Tak peduli nyaman atau tidak, tetap saja tempat ini berbahaya untuk dijadikan basecamp."
"Tiap orang memiliki tempat ternyaman, di mana dia dapat menyalurkan hobi dan minat masing-masing."
Hening beberapa menit.
"Sepertinya aku tahu alasan Kakak menyukai tempat ini. Di sini gelap, tetapi dengan begitu kita bisa melihat keindahan di atas sana, bukan?"
Fauzan tergelak. "Bingo!"
Pademawu, Pamekasan
Komentar
Posting Komentar