Musik dan Kegiatan Mengarang


Bagi seorang pengarang (penulis fiksi), banyak cara yang biasa dilakukan agar karyanya selesai ditulis, termasuk proses untuk menemukan hingga menunjukkan emosi dalam tulisannya. Kadang kan begini, kita ingin menulis hal-hal yang sedih, yang mellow, tetapi perasaan kita sendiri lagi baik-baik saja, lagi ceria, lagi bahagia, seperti lagi tidak ada masalah yang sedang dihadapi. Untuk menunjukkan perasaan terluka, putus asa dan semacamnya dalam tulisan kita, maka kalau saya, sering mendengarkan instrumen atau lagu-lagu ballad dulu, baru kemudian lanjut menulis. Cukup mendengarkan saja dengan penuh perasaaan, maka mata saya sudah bisa berkaca-kaca atau kalau saya ikut bernyanyi, rasanya dada menjadi sesak karena emosi yang tiba-tiba meluap, seakan-akan lagu itu saya alami sendiri, bahkan walau saya tidak paham betul arti lagu tersebut.

 

Sejauh ini, ada 3 lagu dan 1 instrumen yang mampu mengaduk-aduk perasaan saya dan biasa saya dengar ketika lagi kesulitan menunjukkan emosi dalam tulisan. Dan semuanya bergenre ballad (my favorite genre).

 

Soledad - Weslife

Lagu ini ­legend, setidaknya bagi saya. Saya tidak pernah bosan mendengarkan lagu ini sejak masa putih abu-abu hingga sekarang. Saya bukan termasuk orang yang suka lagu-lagu barat, tetapi lagu Soledad ini sungguh ramah di telinga. Makna lagunya pun puitis. Seakan saya bisa melihat seorang laki-laki terombang-ambing di sepanjang jalan Nothingville. Oh!

 

Love is Punishment - K.Will

Lagu ini adalah soundtrack dari drama Korea berjudul ‘Brilliant Legacy’. Pas sekali jika K.Will dinobatkan sebagai Prince of OST. K.Will sering sekali mengisi ost (original soundtrack) drama Korea dan kebanyakan lagu-lagunya bergenre ballad. Di antara semua lagu-lagu K.Will, yang paling membekas di hati serta yang paling saya andalkan ketika ingin menangis (demi selesainya sebuah tulisan. Wkwkwk), ya lagu Love is Punishment ini. Entah kenapa ketika mendengarnya saya sangat terluka, lebih-lebih ketika menyanyikannya.

 

Kepastian - Rossa

Lagu yang menjadi salah satu soundtrack film ‘ILY from 38.000 FT’ ini saya suka. Sedih banget. Saya belum menonton filmnya, tetapi mengetahui bahwa judul film itu terinspirasi dari postingan terakhir dari salah seorang pramugari yang menjadi korban kecelakaan pesawat Air Asia (2014) seminggu sebelum musibah kecelakan itu terjadi, kok membuat saya sedih ya. Dari ketinggan 38.000 di atas permukaan laut, pesan itu ditulis, I Love You from 38.000 FT.  Ya Allah, sedih rasanya. Semoga segala dosa-dosa Mbak Khairunnisa (namanya) diampuni dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah Swt. Begitupun dengan korban yang lainnya.

 

A Comme Amour - Richard Clayderman

Instrumen karya Richard Clayderman ini the best menurut saya. Komposisi musiknya itu menakjubkan (ceileh, sok-sokan kalimatnya). Meski hanya sebuah instrumen, tetapi mendengarkannya sambil memejamkan mata, saya seperti merasakan sakit dan amarah sekaligus.

 

Jadi itulah 3 lagu dan 1 instrumen andalan saya ketika merasa kesulitan menunjukkan emosi (sedih) dalam tulisan, khususnya ketika menulis puisi. Tentu ada juga cara lain yang juga sering saya lakukan, tergantung tema yang diangkat tentang apa. Guys, semua pengarang tentu memiliki sarana pendukung yang berbeda-beda. Kamu bisa mencoba apa yang pengarang lain lakukan, atau bisa mencari sendiri hingga menemukan kenyamanan yang sesuai dengan kalian. Sekian.

 

Pademawu,

Pamekasan, 02 September 2020

 

Komentar