Mengenang (1)

 

Hujan terus mengguyur siang itu. Seorang gadis dengan setelan baju putih dan rok kotak-kotak menunggu dengan perasaan gelisah. Kapan hujan berhenti? Gadis itu tidak ingin rencana untuk pergi mendaftar di akedemi batal. Ia tidak suka jika harus menunda-nunda hal yang sudah direncanakan.

Waktu berlalu hampir satu jam. Hujan masih turun, rintik demi rintik. Jika menunggu hujan reda, sepertinya akan sangat lama. Maka, diantar sang Kakak, gadis itu memutuskan untuk tetap pergi mendaftar. Gadis itu mengganti roknya dengan celana jeans. Dengan mengendarai sepeda motor, memakai satu jas hujan berdua, kakak beradik itu menembus hujan menuju lokasi Akademi Keperawatan.

Belum apa-apa, gadis itu sudah ditolak. Ia tidak memenuhi kualifikasi dasar, gara-gara tinggi badannya tidak mencapai batas minimal. Gadis itu pulang dengan membawa beberapa saran cuma-cuma dari panitia pendaftaran, lari tiap hari, berenang dan minum susu.

Sang Kakak berkata. “Masih ada waktu. Tenang dan berusahalah lebih keras. Juga, berusahalah lebih baik.”

Gadis itu tidak yakin. Benar saja, meski tiap pagi dia berlari dan minum susu dua kali sehari, tinggi badannya tidak bertambah. Ia gagal mendaftar di Akademi Keperawatan. Itulah kali pertama gadis itu menghadapi kegagalan. Anehnya, ia tidak bersedih.

Pademawu, Pamekasan

 

Komentar