Tulisan ini bisa dikatakan resume dari materi webinar series #1 bersama Bapak Cahyadi Takariawan, diadakan oleh JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu)
pada 10 Juli 2020 melalui aplikasi zoom meeting.
Sejujurnya, ini kali pertama saya mengikuti acara yang pematerinya itu
adalah Pak Cah—sapaan
akrab beliau. Sebelum ini, saya hanya mengenal beliau dari bukunya, Wonderful
Family, sebuah buku hard cover unik berwarna magenta yang bisa
menjadi referensi atau bekal dalam membina rumah tangga. Bukunya bagus dan juga
best seller di kalangan jofisa penikmat buku. Berangkat dari situlah saya
tertarik mengikuti webinarnya Pak Cah yang bertema “Sinergi Bersama Pasangan
dalam Pendampingan Ananda Belajar dari Rumah.” Karena lembaga tempat saya mengabdi
bergabung di JSIT, maka saya memiliki kesempatan mengikuti webinar tersebut.
Webinar dimulai pukul 13.30 lewat, dipandu oleh Ibu Meli Malihah dan
diikuti oleh orang tua serta pendidik siswa SIT dari berbagai daerah di Indonesia.
Sebelum mulai meresume, ada baiknya saya sampaikan alasan kenapa saya
perlu meresume lalu menempatkannya di blog pribadi. Tak lain karena alasan, Ikatlah
ilmu dengan pena! Di samping saya juga merasa, ilmu yang saya dapatkan dari
Pak Cah sangat bagus dan bermanfaat dalam kehidupan. Saya pikir sayang sekali
kalau tidak mengabadikannya lewat tulisan, mengingat ingatan seseorang dapat
melemah seiring dengan bertambahnya usia. Dan juga, sayang sekali jika sebuah
pengetahuan (ilmu) tidak disebarluaskan, bukan?
Sebenarya, materi webinar lebih kepada tentang bagaimana kesiapan kita sebagai guru
dan orang tua dalam menyambut Tahun Ajaran Baru di sekolah dengan sepenuh cinta
dan sepenuh kesadaran, meski dengan pola-pola baru atau meski kondisi pandemi covid-19
belum juga berakhir. Sehingga dalam membersamai anak-anak belajar, kita tidak
perlu lagi pusing apalagi sampai stres. Kita harusnya telah selesai melalui itu
semua di masa awal pandemi (Maret 2020 hingga Juni lalu). Saat ini bukan lagi
waktunya mengeluhkan keadaan, tetapi waktunya bangkit, memulai tatanan yang
baru dan menjadikan musibah pandemi ini sebagai pelajaran untuk kehidupan menjadi
lebih bermakna.
Pada resume materi yang disampaikan Pak Cah, saya hanya akan membahas tiga
dimensi dalam sinergi hubungan antara pasangan, yang menurut saya penting untuk
diketahui banyak orang, lebih-lebih bagi mereka yang belum/akan/sudah membina
berumah tangga. Tiga dimensi tersebut merujuk dari jurnal family therapy yang
ditulis oleh DH. Olson (2000) dengan judul ‘Circumplex Model of Marital
and Family Systems’. Tiga dimensi sinergi rumah tangga tersebut antara
lain:
Kohesi
Cohesion is a feeling of emotional closeness with another person. Kohesi
merupakan suana (perasaan) kedekatan emosional dengan orang lain. Dalam konteks
rumah tangga, secara emosional baik suami maupun istri merasa dekat satu sama
lain. Dalam Al-Qur’an diumpakan seperti pakain yang saling melekat. Istri adalah
pakaian bagi suaminya, dan suami pun adalah pakaian bagi istrinya.
Kohesi bisa didapatkan dengan cara menjaga keseimbangan antara togetherness
(kebersamaan) dan separateness (ketidakbersamaan). Sebagai pasangan,
ada saat di mana suami dan istri butuh bersama, pun ada kalanya memerlukan
sekat. Secara tidak langsung, kebanyakan pasangan telah melalui ini. Misalkan,
istri di rumah sementara suami bekerja. Atau sama-sama bekerja tetapi ruang
geraknya berbeda. Atau jika dalam kondisi pandemi seperti sekarang, yang
mengharuskan semuanya work from home misalkan, setting aktivitas
di rumah dibuat terpisah. Akan menjadi tidak seimbang kehidupan rumah tangga jika
terlalu lama long distance relationship (LDR) atau long distance marriage
(LDM). Suami-istri apabila terlalu lama tidak bersama, boleh jadi dapat
menyebabkan kekeringan cinta dalam rumah tangga mereka. Sebaliknya, apabila
terus menerus bersama, dari bangun tidur hingga tidur kembali (kamu lagi, kamu lagi), bukan tidak
mungkin timbul kejenuhan atau kebosanan terhadap pasangan. Maka sangat perlu
menjaga keseimbangan antara keduanya (togetherness dan separateness) sehingga terciptalah kohesi.
Fleksibilitas
Menjaga keseimbangan antara yang sifatnya tetap dan yang bisa berubah. Yang
dimaksud dengan fleksibilitas adalah keseimbangan antara chaos (kesemrautan)
dan rigidity (kekakuan). Dalam kehidupan keluarga, ada sisi stabilitas,
namun ada pula sisi perubahan. Ada hal-hal yang harus statis, namun ada hal
yang harus dinamis. Merupakan bentuk ketetapan contohnya, laki-laki adalah
pemimpin bagi peremuan. Maka itu sifatnya tetap, tidak bisa berubah. Sedangkan
di luar itu, bisa berganti-ganti. Misalkan, telah disepakati kalau pagi istri
bertugas menyiapkan sarapan untuk keluarga. Hal demikian tidak bersifat tetap,
karena di lain waktu boleh jadi suami yang lebih bisa untuk melakukannya. Mengenai
aturan-aturan, pembagian peran dan tugas-tugasnya pun hendaknya adil dan bersifat
fleksibel. Maka keluarga harus mampu menjaga keseimbangan antara hal yang harus
tetap dan hal-hal yang boleh berubah. Ini yang disebut fleksibel. Justru karena
ada hal yang tetap dan ada yang bisa berubah, maka menjadi fleksibel.
Komunikasi
Komunikasi antara suami dan istri akan terbangun dengan baik apabila
mampu menciptakan keseimbangan antara suasana keterlarutan (engagement)
dan untuk menerima perubahan (openness to change). Dalam artian,
adakalanya ketika suami istri melakukan komunikasi, mereka hanyut dalam obrolan.
Bercerita karena merasa nyaman atau mendengarkan tanpa perlu menanggapi. Namun,
adakalanya pula suami-istri perlu berkomuniasi untuk mendapatkan hasil dari
obrolan, misalkan berdiskusi, berdebat, tetapi bukan bertengkar, melainkan
semata-mata untuk menemukan hasil atau solusi dari tema yang sedang dibahas. Keseimbangan
komunikasi antara engagement dan openness to change tersebut
perlu dijaga, karena semakin baik komunikasi, maka semakin kuat pula ketahanan
keluarga. Ini menjadi dasar memahami pentingnya komunikasi untuk menciptakan sinergi
suami dan istri.
Lengkap sudah materi yang saya dapatkan dari mengikuti webinar series #1 bersama Bapak Cahyadi Takariawan, yang saya fokuskan hanya kepada pembahasan tiga dimensi
dalam sinergi hubungan antara seorang suami dan seorang istri. Kita perlu
menjaga keseimbangan ketiganya; kohesi, fleksibilitas dan komunikasi dalam
rumah tangga yang akan/sedang kita jalani.
Di akhir paragraf saya ingin menambahkan kesan saya selama menyimak
materi dari Pak Cah. Wow, saya sangat suka. Malah, saya kok lebih suka
mendengarkan materi kerumahtanggan dari Pak Cah secara langsung daripada membaca
bukunya. Lebih masuk ke hati, lebih bisa untuk dihayati. 😂 Penyampaian Pak Cah cepat dan
bersemangat, saya suka itu. Dan satu lagi, sinyal selama mengikuti webinar
lancar, hanya di akhir ketika memasuki sesi tanya jawab suaranya sedikit
terputus-putus. Jazakumullah khairan katsiran, Pak Cah, atas ilmunya. Terima
kasih Ibu Meli selaku moderator dan terima kasih JSIT atas waktu dan kesempatan
yang diberikan. Semoga JSIT menjadi lembaga pendidikan yang semakin sukses dan
selalu bernuansa dakwah. Barakallah. 😊
Pamekasan,
12 Juli 2020
Maftuhatin
Nikmah
Komentar
Posting Komentar