Wahai Kaum Muslim, Rapatkan Barisan!

Gambar : Wikipedia Indonesia


Wahai Kaum Muslim, Rapatkan Barisan!
(Review film 3 : Alif Lam Mim)

Sutradara : Anggy Umbara
Produser : Arie Untung
Pemeran Utama : Cornelio Sunny (Alif), Abimana Aryasatya (Lam), Agus Kuncoro (Mim)
Tanggal Rilis : 01 Oktober 2015


Aku ingin berkata-kata setelah nonton film 3 : Ali Lam Mim tadi malam, berkata melalui tulisan. Udah lama nggak nonton film action, apalagi yang mengandung konspirasi gitu. Terakhir entah film apa dan entah tahun kapan.

Awalnya sekilas melihat cuplikan film ini di media sosial, memang pasca tragedi pengeboman di Surabaya. Namun aku tidak memperhatikan dengan detail karena kukira film action apa gitu... Tapi begitu menyimak bahasan di salah satu grup whatsapp yang lagi membahas teror bom Surabaya dan mengaitkan dengan film ini, maka aku tertarik. Siang itu juga (17/05/2018) aku searching dan alhamdulillah berhasil mengunduhnya (apa aku termasuk penonton ilegal? Karena telah mengunduh film secara illegal?) Tapi terima kasih informasinya, Temen-temen. Tak sia-sia aku menyimak.

Akhirnya aku menonton film 3 : Ali Lam Mim tadi malam (17/05/2019). Selesai nonton di pukul 23 menit 54, tak heran jika kemudian banyak yang mencari film ini pasca bom bunuh diri di Surabaya. Baiklah, aku mulai review singkatnya.

Tahun 2026 revolusi berakhir. Indonesia menjadi negara liberal yang terlihat damai dan anti kekerasan.
Agama mempunyai citra buruk di mata negara dan masyarakat karena dianggap sebagai pemicu perang dan kekerasan.
Hak asasi menjadi prioritas, aparat negara tidak diperbolehkan menggunakan peluru tajam.
Kemampuan bela diri menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk para penegak hukum, maupun pelanggar hukum.
Beberapa orang memiliki kemampuan bela diri di atas rata-rata.

Tulisan di atas ditampilkan di dalam film. Penonton dibuat untuk bisa memahami situasi dan kondisi Indonesia pra dan pasca revolusi tahun 2026. Kini, tahun 2036 di mana film ini bersetting di Jakarta, negera liberal ditegakkan. Islam yang awalnya mayoritas menjadi minoritas.

Selanjutnya, mari ta’aruf dengan Alif Lam Mim.
Alif Lam Mim adalah tiga sahabat. Semasa remaja, mereka belajar bersama di pondok pesantren Al-Ikhlas yang dipimpin oleh Kiai Mukhlis, yang juga seorang dokter. Suatu hari Alif dikabari kalau rumahnya terbakar, diserang teroris. Alif pulang ke rumah dan melihat lansung kedua orang tuanya tewas. Alasan itulah yang membuat Alif bercita-cita ingin menjadi aparatur negara, menjadi penegak hukum, ia ingin mengusut siapa dibalik pembunuhan-pembunuhan itu semua. Sedangkan Lam, ia menyukai bidang tulis-menulis. Ia ingin meneruskan kesukannya, bercita-cita bisa menuliskan kebenaran, agar orang-orang sadar, apa itu arti kebenaran. Dan Mim, cita-citanya simple, ia ingin mati dalam keadaan husnul khotimah, mengabdi di pesantren dan menyebarkan kebaikan lewat agama.

Banyak pesan kebaikan dalam film ini. Tentang perjuangan mempertahankan idealisme, ukwah, keluarga, dsb. Saranku, temen-temen bisa berkunjung membaca review-review lainnya, yang menceritakan film ini dari sudut pandang yang berbeda. Salah satu contoh review yang kusukai ialah, temen-temen bisa membacanya di sini. Dan alangkah lebih afdhol jika temen-temen menonton filmnya langsung.

Yang membuat mataku tidak bisa untuk tidak menangis ialah ketika : Pertama, ketika melihat pertikaian yang tidak seharusnya.

Kedua, terharu ketika menyimak perkataan Gendis kepada suaminya, Lam. “Kamu ingat nggak, dulu kamu bilang apa ke Papa waktu ngelamar aku? Aku tidak pernah lupa, dulu kamu minta izin ke Papa buat ajak aku nemenin kamu berjuang bareng disisa umur kita. Bukan buat jamin aku hidup bahagia, tapi buat berjuang bareng. Dan ternyata, itu justru membuat Papa milih kamu … Kalau kamu takut nggak ada uang karena mikirin aku dan Gilang, itu sama aja kamu nggak ngasih kesempatan aku dan Gilang untuk nemenin kamu berjuang. Justru ini kesempatan kamu buat titip tauladan ke Gilang, supaya dia bisa melihat sendiri, bagaimana ayahnya menentukan sikap. Bahwa dia mempuayai ayah yang tajam mata hatinya, yang selalu berusaha adil menilai mana yang benar dan mana yang kelihatan benar. Aku takut jadi istri yang membuat suaminya tuli, nggak bisa dengar kata hatinya sendiri. Cuma kamu yang bisa ajarin aku supaya tidak bergantung sama uang, tidak takut sama dunia.” (Ini Gendis sosok istri yang bisa nentramin hati suami, patut dicontoh nih)

Ketiga, Ketika Kiai Mukhlis ditangkap oleh aparat, beliau sebagai tersangka (teroris). Sebelum meninggalkan pesantren, beliau berpesan kepada muridnya, Mim. "Rapatkan shaf kalian, Mim."

Keempat, Pasca peledakan bom di tempat Kiai Mukhlis melakukan press conference, didampingi aparat negara. Beliau yang teryata masih selamat, bertanya kepada Mim yang menolongnya.
"Siapa yang melakukan ini, Mim?"
"Marwan Kiai, salah satu pengungsi"
"Masya Allah ... Shaf kita kurang rapat, Mim," ujar Kiai Mukhkis.
(Marwan ini mengungsi ke pesantren. Ia didoktrin oleh pihak-pihak hitam. Duh, gimana jelasinnya. Enak nonton langsung biar paham. Diibaratkan Marwan ini seperti Dita, pelaku bom bunuh diri di Surabaya)

Film ini amat recommended. Mengingatkan kita bahwa, kini bukan saatnya umat Islam berseberangan satu sama lain, berpecah belah, berdiri kukuh dengan pendapat 'kelompok kitalah yang benar'. Tidak, itu sudah lampau. Kini, saatnya umat Islam bersatu, rapatkan barisan! Allahu Akbar!

Pamekasan, 18 Mei 2018

Komentar