Ayah, Ibu, Kenali Anakmu!



Judu                     : 13 Pelangi Cinta
Penulis                  : Yessy Yanita Sari
Penerbit                : Gema Insani
Tahun Terbit          : 2016
ISBN                    : 978-602-250-295-1


Setiap orang itu genius. Tapi jika menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, maka itu akan membuatnya merasa bodoh seumur hidup. (Albert Einstein)

Buku 13 Pelangi Cinta ini mengisahkan tentang anak-anak spesial, yang telah Allah hadirkan di tengah-tengah kita. Di lingkungan sekitar rumah kita, di lingkungan tempat kerja, di tempat-tempat umum, atau bahkan di bawah asuhan kita. Bahwa keberadaan anak-anak spesial itu seringkali kita pandang kasihan. Padahal, yang mereka butuhkan adalah bimbingan menjadi pribadi yang mandiri, serta arahan pada perbuatan baik dan benar hingga ia mampu menjadi pribadi yang bertakwa. Membaca buku ini, kita akan jadi mafhum, kitalah yang dapat membantu mereka, atas izin Allah Swt. Jika bukan kita yang peduli, maka siapa lagi?

Kisah yang paling menyentuh hati saya (selaku pembaca buku ini) hingga menetesakan air mata, yakni ketika sampai pada sub judul ‘Membagi Cinta’’ (hlm. 124). Dikisahkan oleh penulis, Talia memiliki sepupu yang memiliki masalah dengan kejiwaannya (gejala skizofrenia). Sepupunya itu bernama Hendra. Sejak kecil, Hendra ini selalu dibanding-bangingkan oleh kedua orang tuanya, dengan adik kandungnya sendiri, yang dianggap lebih hebat dan pintar dari pada Hendra. Selama Talia tinggal di rumah keluarga Hendra karena melanjutkan pendidikan, ia sering mendengar kalimat membanding-bandingkan dari kedua orang tua Hendra, yang ditujukan untuk Hendra, seperti, “Ah, kamu, gitu saja enggak bisa, laki-laki apa, sih. Adikmu, perempuan saja bisa.” Akibat perlakuan demikian, yang terus-menerus dilakukan sejak kecil, menyebabkan Hendra mengalami traumatis yang berakibat pada gangguan kejiwaannya. Hendra sering membius dirinya sendiri, pernah menyimpan air kencingnya sendiri di dalam kamarnya, hingga berbotol-botol pula. Parahnya, kedua orang tua Hendra acuh tak acuh mengetahui keadaan anak lelakinya tersebut. Kedua orang tuanya tidak mau ambil pusing, mungkin (menurut saya) karena sedari kecil terlanjur bersikap demikian pada Hendra.

Anak-anak spesial ini, yang seringkali disebut anak berkebutuhan khusus, adalah tanggung jawab orang tuanya paling utama. Dan peran kita sebagai pendukung. Namun yang perlu kita sadari, vonis kebutuhan khusus yang kadung melekat pada mereka sebenarnya terjadi bukan hanya karena bawaan lahir, namun karena faktor lingkungannya, tak lain keluarganya sendiri. Coba kita amati banyak keluarga, berapa banyak orang tua yang suka membentak anaknya yang masih kecil? Berapa banyak orang tua yang sibuk dengan kariernya, hingga melupakan anak-anaknya, aset yang sesungguhnya orang tua miliki baik di dunia maupun di akhirat kelak? Fakta membuktikan, itulah yang terjadi. Alhmdulillah, dewasa ini, banyak orangtua, guru, maupun praktisi pendidikan yang mulai peduli terhadap masa depan anak-anak spesial, dibuktikan dengan meningkatnya seminar maupun diskusi seputar parenting hingga banyak pula beredar buku-buku parenting seperti buku yang saya review kali ini.

Tiga belas kisah dalam buku ini sangat menarik. Ada banyak karakter anak berkebutuhan khusus yang diceritakan, diantaranya : dyslexia, speech delay, autis, hyperaktif, etc. Di bagian akhir sub judul kita juga bisa menemukan tips menghadapi anak special yang diceritakan di setiap satu sub judul buku. Kekurangan dalam buku ini menurut saya, ada pada sudut pandang yang kurang stabil, membuat bingung. Terlepas dari itu, buku ini sangat recommended. Sebagaimana judulnya, buku ini wajib dibaca oleh guru-guru di sekolah inklusi, guru secara umum, para orang tua pastinya dan sangat direkomendasi untuk masyarakat luas.

Anakmu bukan milikmu.
Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya, namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
 namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur.
~ Kahlil Gibran ~

Pamekasan, 20 November 2017




Komentar