Menjadi Perempuan Berkarakter itu Perlu!


Review Buku Fiksi Islami


Judul                : Serial Pingkan “Sehangat Mentari di Musim Semi”
Penulis             : Mutmainnah
Penerbit           : Pingkan Publishing
ISBN                : 978-979-1397-59-9

Pingkan Rahma adalah nama dari tokoh utama dalam novel ini. Karakternya lincah, cerdas, peduli, mudah terharu, keras kepala, dan berkepribadian sederhana. Ping—nama panggilannya—anak bungsu dari dua bersaudara, namun Ping memiliki kakak angkat bernama Tom, asal Perth, Australia. Empat tahun yang lalu Tom pernah tinggal di rumah Abak dan Amaknya Ping selama satu tahun, saat Tom menjadi pelajar pertukaran budaya. Abak dan Amak menganggap Tom seperti anak kandungnya, bahkan Amak lebih menyangi Tom dari pada Ping dan Lis—uninya Ping. Itu karena Tom pinter bikin Amak tertawa.

Saat lulus SMA, Tom menawarkan agar Ping melanjutkan pendidikan di Perth. Ping senang bukan main. Tom yang akan menanggung biaya sekolah Ping di Perth. Abak dan Amak awalnya tidak setuju, namun luluh ketika Tom mengatakan ia tidak bisa membalas kebaikan Abak dan Amak. Dengan Ping sekolah di Perth dibawah asuhannya, mungkin ia bisa membalas kebaikan keluarga Abak, walaupun tidak akan sebanding. Sedangkan Lis menentang keras keinginan Ping. Lis, yang pada saat itu kuliah di Bandung, dan berubah menjadi perempuan islami, berpenampilan syar’i, beranggapan keputusan Ping menerima tawaran Tom adalah suatu kesalahan. Lis khawatir Ping akan terbawa arus pergaulan orang-orang barat yang kebablas bebas. Ping tetap dengan keputusannya. Semenjak Ping bersitegang dengan Lis, ada sekat antara dirinya dan Lis.

Ping tiba di Perth. Tom menjemputnya di bandara, bersama pacarnya, Beth. Ping tinggal di rumah Tom dan Beth. Di negara barat, tinggal serumah dengan teman dekat (pacar) adalah hal yang biasa. Tom dan Beth patungan membeli rumah di mana Ping kini juga tinggal di rumah itu. Ping segera akrab dengan lingkungan tempat tinggalnya. Ia cepat akrab dengan Beth. Ia juga memiliki teman baru, namanya Daphne. Ping juga mulai dekat dengan Nenek Lauren, seorang nenek tua yang selalu duduk di kursi roda di taman rumahnya. Nenek itu hanya tinggal bersama pembantunya di rumahnya yang besar.

Karena kuliah Ping belum aktif, Ping memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk bekerja. Ia bekerja di Bell’s café sebagai cleaning service. Gaji di tempat kerjanya lumayan jika ditabung, lima belas dolar per jam. Ping bisa membuktikan kepada Tom kalau keputusannya bekerja tidak salah. Ping senang karena dengan bekerja ia menjadi lebih mandiri serta dapat mengenal orang-orang baru, menambah daftar teman yang dimilikinya. Di tempat kerjanya, Ping dekat dengan Stef, perempuan berwajah cuek namun aslinya suka rame, dan kalau sudah tertawa, bisa membuat piring yang dipegang Ping hampir terjatuh saking kagetnya Ping mendengar tawa Stef.

Suatu hari Ping mendapat kabar dari Padang kalau Uni Lis sakit, keadaannya kritis. Ping jadi teringat diskusi sengitnya dengan Lis, sebelum ia sampai di Perth. Ping rindu Uni Lis. Tak henti-hentinya ia mendoakan uninya. Ping bersyukur ketika Lis bisa melewati masa kritis, dan untuk pertama kalinya ia kembali menyapa Lis lewat telpon antar benua. Lis sesenggukan mengakui kesalahannya pada Ping, ia meminta maaf, Ping pun meminta maaf pada Lis. Dua bersaudara itu kembali akrab seperti sebelumnya. Ping menjadi lebih terbuka dan mulai mengikuti tuntunan Lis, begitupun sebaliknya, Lis melihat warna lain kehidupan dari cerita-certia yang disampaikan Ping kepadanya.

Ping mulai resah semenjak menerima surat dari Lis, yang membahas bagaimana seharusnya sikap Ping kepada Tom yang bukan saudara kandungnya, belum lagi masalah antara Tom dan Beth yang tinggal serumah padahal mereka belum menikah. Ping menyadari uninya itu benar. Suatu malam, Ping takut-takut menyampaikan apa yang seharusnya ia katakana pada Tom, yang membuat hubungannya dengan Tom sedikit goyah. Ping merasa bersalah pada Tom, namun bagaimana lagi? Jika ia membiarkan Tom dan Beth tetap tinggal satu rumah tanpa ikatan halalwalau mereka tidak berbuat macam-macam, maka Ping akan merasa bersalah pada Allah. Kalau sedang memiliki masalah, sudah merasa tidak mood atau bosan dengan sesuatu yang terdapat di Perth, maka Ping biasanya akan mengunjungi Nenek Lauren. Berdekat-dekatan nenek mengingatkan Ping pada kampung halamannya di Padang. Nenek Lauren sudah Ping anggap sebagai nenek kandungnya, begitu pula dengan Nenek Lauren. Kehadiran Ping mewarnai hari-hari nenek yang sempat suram karena hidup sendirian, padahal nenek memiliki tiga anak kandung beserta cucu-cucunya. Akan tetapi keluarga nenek seperti tidak mau peduli, mereka lebih mementingkan kesibukannya dari pada menyempatkan diri mengunjungi Nenek Lauren. Bersama Nenek Lauren Ping belajar merajut, membuat kue, atau sekedar cerita-cerita santai hingga berdiskusi tentang Islam. Nenek menyampaikan ketertarikannya pada agama yang dianut Ping.

Kabar baik datang, Tom memutuskan menikah dengan Beth setelah ia memikirkannya matang-matang. Pernikahan sederhana yang dilangsungkan di rumah mereka. Ping senang dengan pernikahan itu. Keluarga di Padang juga senang mendengarnya.

Bincang-bincang dengan Lis lewat telpon maupun surat sedikit-banyak menambah wawasan Ping tentang ajaran agama Islam. Ia semakin tertarik mendalami kemudian mempraktikkan ajaran agamanya. Saat Ping mulai aktif kuliah, Ping berhenti bekerja. Ia juga berhenti dari dunia modeling (Ping seorang model lho, teman Tom yang bernama James mengemis-ngemis agar Ping mau menerima tawarannya menjadi model). Ping pun mantap mengenakan jilbab. Di tempat kuliah, Ping kesulitan mencari tempat untuk salat, pernah suatu hari ia salat di dalam gereja, tepat arah kiblat menghadap salib. Mahasiswa katholik terheran-heran menyaksikan Ping salat. Ping juga pernah salat di ruang rias, persis di depan toilet.

Ping tidak lagi tinggal di rumah Tom setelah Nenek Lauren menginggal dan mewariskan rumah beserta deposito tabungannya pada Ping. Sebelum meninggal, nenek bersyahadat, namun sayangnya hanya Ping yang menyaksikan, sehingga oleh keluarganya, nenek tetap dimakamkan berdasarkan kepercayaan sebelumnya. Rumah pemberian nenek Ping pergunakan pula sebagai markas IMSA (duh, apa ya kepanjangannya? Aku lupa :D aku ubek-ubek halaman buku ini juga sulit ketemunya. Intinya, IMSA itu semacam komunitas/organisasi berkumpulnya muslim-muslimah di Perth), karena memang rumah peninggalan nenek itu sangat luas. Bergabung di IMSA bersama brothers and sisters (kalau di kita ikhawan dan akhwat) menguatkan keistiqomahan Ping menjalankan perintah agama.

Ping dengan pribadinya yang demikian mampu mengajak orang-orang terdekatnya memeluk agama Islam. Mulanya Nenek Lauren, Beth, disusul Tom, Diana (awalnya seorang Yahudi, teman Ping di kampus), kemudian Stef. Ping sangat bersyukur orang-orang terdekatnya mendapatkan pancaran cahaya ilahi.

Cukup sekian review yang dapat aku tuliskan. J
Satu hal sebelum aku ucapkan kata salam di akhir kalimat, sebagai penutup. Pelajaran yang dapat diambil dari fiksi Islami ini sebenarnya simple, “jadilah diri sendiri dan milikilah karakter positif.” Apabila karakter kita sudah kuat, maka tidak akan mudah orang lain maupun lingkungan mengubahnya. Bagaimana cara memiliki karakter positif? Aku tawarkan satu cara ampuh, berdasarkan tuntunan dari Rasulullah Saw. Istiqomahlah menjadi sebaik-baik manusia, yaitu yang paling bermanfaat keberadaannya di muka bumi ini. Salam. JJJ  



Pamekasan, 29 Oktober 2017

Komentar

  1. Halo kak, permisi. Mohon maaf sebelumnya jika dirasa lancang, apakah kakak ingin menjual buku ini? Saya sudah mencari di manapun namun belum ketemu kak, terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Afwan baru terbaca..
      Mohon maaf tidak, Kak, kebetulan buku ini pemberian saudara. 🙏😊

      Hapus

Posting Komentar